Sedikit berbagi cerita tentang mancari pasangan hidup, karena kita masih muda, saya pikir ini adalah topik yang paling hangat dikalangan kita.
Ini kisah perjumpaan dua orang sahabat karib, sebut sajalah namanya Albert dan Enstein yang sudah dua puluh lima tahun sejak mereka lulus kuliah di ITB terpisahkan hidupnya. Kebetulan Albert bekerja di Jakarta dan Enstein bekerja di Surabaya. Mereka bahagia sekali bisa bertemu kembali, lalu mereka-pun berjanji untuk ketemuan di salah satu mall yang elit di Jakarta Selatan. Albert sudah menikah hampir 20 tahun lalu, dan kini sudah dikarunia 3 orang anak yang masing-masing sudah kuliah dan di bangku SMA. Sementara Enstein, sudah hampir berusia 50 tahun tapi masih belum juga menikah.
Acara kangen-kangenan pun terjadi, ngobrol ramai sambil minum kopi di sebuah kafe yang cukup terkenal di mall tersebut. Awalnya topik yang dibicarakan adalah soal-soal nostalgia zaman sekolah dulu, namun pada akhirnya menyangkut kehidupan pribadi masing-masing sampai dengan sekarang ini.
“Enstein, ngomong-ngomong, mengapa sampai sekarang kamu belum juga menikah?” tanya Albert kepada sahabatnya tersebut yang sampai sekarang membujang.
“Sejujurnya bro, sampai saat ini saya terus mencari wanita yang sempurna. Itulah sebabnya sampai dengan sekarang saya masih melajang. Sekitar 20 tahun lalu di Bandung, saya berjumpa dengan seorang gadis cantik yang amat pintar. Saya pikir inilah wanita sempurna yang cocok untuk menjadi istriku. Namun ternyata di masa pacaran ketahuan bahwa ia sangat egois dan sombong. Saya ternyata salah, ia bukan wanita sempurna sebagaimana yang saya cari. Hubungan kamipun putus sampai di situ.”
Tidak lama setelah itu, masih di Bandung, saya berjumpa dengan seorang gadis cantik yang juga pintar dan cantik. Saya pikir inilah wanita sempurna yang saya idam-idamkan untuk menjadi istriku dan ibu anak-anakku. Namun ternyata di masa pacaran ketahuan kalo dia memiliki keluarga yang broken home dan memiliki saudara kandung yang cukup banyak. Saya kemudian mengurungkan niat untuk melamarnya, ternyata ia juga bukan wanita sempurna seperti yang saya cari. Hubungan kami-pun putus sampai di situ.”
“Di Jakarta, sekitar 10 tahun lalu, saya ketemu seorang wanita cantik yang ramah dan dermawan. Pada perjumpaan pertama, aku benar-benar kasmaran. Hatiku berdesir kencang, inilah wanita sempurna idamanku. Namun ternyata belakangan saya ketahui, ia banyak tingkah dan tidak bertanggung jawab. Yah kami putus lagi.”
Sekitar 5 tahun lalu, di pesawat yang membawa saya dari luar negeri, saya berkenalan dengan pramugari cantik dan seksi yang juga ramah. Pada perjumpaan pertama tersebut saya kesengsem habis-habisan. Hatiku bahagia dan dalam hati aku berkata :” Ini dia wanita sempurna calon ibu dari anak-anakku”. Kamipun berpacaran hampir 6 bulan, Namun ternyata saya telah keliru, ia bukan wanita sempurna, ia terlalu kekanak-kanakan dan materialistis. Seperti biasanya, kamipun putus”
“Saya terus berupaya mencari. Namun selalu saya temukan kelemahan dan kekurangan pada wanita yang saya anggap sempurna dan saya taksir. Sampai pada suatu hari, sekitar tahun lalu, saya ketemu wanita ideal yang selama ini saya dambakan. Ia demikian cantik, alim, pintar, baik hati, kaya raya, dermawan, dan suka humor. Saya pikir, inilah pendamping hidup yang dikirim Tuhan untukku. Inilah pastinya ibu dari anak-anak-ku.”
“Lantas,” sergah Albert yang dari tadi tekun mendengarkan, “Apa yang terjadi? Mengapa kamu tidak segera meminangnya?” Yang ditanya diam sejenak. Suasana hening.
Akhirnya dengan suara lirih, Enstein sang bujangan tua itu menjawab, “Baru belakangan aku ketahui kalo ia memang sedang mencari pasangan yang ia dambakan, yaitu ganteng, masih muda, pintar, berpendidikan tinggi, punya kedudukan, dari keluarga yang baik-baik, beriman, baik hati, tinggi dan atletis serta tidak sombong. Ternyata ia juga sedang mencari pria yang sempurna. Dan saya jauh dari tipe laki-laki sempurna yang ia cari”.
Kawan, dari kisah tersebut di atas ada beberapa pelajaran yang bisa kita tarik hikmahnya.
Pertama, manusia diciptakan Tuhan dengan bentuk yang sempurna dibandingkan makhluk ciptaanNya yang lain. Sebab ada tertulis bahwa kita diciptakan segambar dengan Allah. Namun manusia juga diciptakan dengan serangkaian kelebihan dan kekurangan sebagai atribut bawaannya. Tidak ada manusia yang sempurna di dunia, kecuali Tuhan Yesus. Namun Yesus sendiri yang merupakan anak Allah tetap merasa dirinya kecil di hadapanNya.
Jika kita melihat seseorang, yang menurut penilaian dan pandangan kita bahwa orang itu nyaris tak ada kekurangannya, namun tanpa diketahui oleh kita, dia pasti punya kekurangan.
Janganlah Kita berpikiran “Seandainya aku jadi dia…” atau “Kenapa aku tidak seberuntung dia…” atau pikiran-pikiran sejenisnya… Allah menciptakan kita tentu punya tujuan… Yaitu untuk memuIiakan namaNya melalui hidup kita.
Dari awal pembentukan kita… kita terbentuk dari sesuatu yang “paling baik”. Jutaan sperma ayah kita bersaing untuk bisa membuahi sel telur ibu kita, yang pada akhirnya, hanya ada satu sperma yang berhasil membuahi sel telur tersebut. Dari awal kita terbentuk melalui proses persaingan. Sekali lagi, yakinlah kita ini “yang terbaik” dari yang baik…
Jadi, Jika mungkin kita diberi kesempatan untuk hidup bersama dengan orang yang kita anggap “nyaris tidak ada kekurangannya”, atau mungkin kita diberi kesempatan untuk menjadi orang itu, disitulah kita akan mengetahui kalau orang tersebut ternyata mempunyai kekurangan.
Kekurangan tidak tampak jika kita hanya melihatnya sekilas atau jika kita hanya melihat dari luar saja.
Begitu juga sebaliknya, jika Kita memberikan penilaian pada seseorang dengan predikat orang tersebut banyak sekali kekurangannya, atau mungkin serba kekurangan, jangan salah… Tuhan pasti telah memberinya kelebihan terhadap orang tersebut.
Kedua, dari kisah di atas, tidak diceritakan jika Enstein memohon kepada Tuhan untuk mencari wanita idamannya. Seharusnya disamping usaha, Enstein juga musti banyak berdoa memohon pada-NYA. Karena pada dasarnya jodoh itu pasti Tuhan yang sudah menentukannya.
Bisa jadi Tuhan tidak memberikan pasangan sempurna karena Enstein tidak pernah memintanya, dan bisa jadi tidaklah adil jika Tuhan untuk memberikan seseorang yang penuh dengan cinta dan kasih kepada Enstein yang masih kasar, atau memberikan seseorang yang pemurah tetapi ia masih kejam, atau memberikan pasangan yang mudah memaafkan, tetapi Enstein sendiri masih suka menyimpan dendam dan terlalu sensitif, atau malah sebaliknya.
Pasangan hidup kita hakekatnya adalah tulang rusuk kita, dan Pernikahan adalah seperti sekolah, yang merupakan pendidikan jangka panjang yang tidak ada habisnya. Pernikahan adalah tempat dimana kita dan pasangan hidup kita akan saling mengenal masing-masing dan menyesuaikan diri serta tidak hanya bertujuan untuk menyenangkan hati satu sama lain, tetapi selalu mencari solusi untuk menjadikan kita lebih baik.
Tuhan mungkin tidak memberikan kita pasangan hidup yang sempurna karena kita harus belajar untuk menjadi sempurna serupa dengan Allah dalam rupa Kristus.
Sahabatku, yang terpenting adalah Ikhlaslah dengan pasangan hidup yang diberikan untuk kita dan juga ikhlaslah terhadap semua karunia Allah yang telah diberikanNya kepada kita, dan kita syukuri, jaga, dan pelihara.