Visite me @ PORTAL SEO

Minggu, 30 September 2012

Apakah PT INTI Bisa Menjadi Perusahaan Yang Besar

Apakah PT INTI bisa naik kelas menjadi perusahaan yang besar? Jawabnnya tergantung dari kebiasaan berfikir kita. Bagi yang biasa berfikir negatif dan pesimis, jawabannya akan “tidak bisa” dan “tidak mungkin bisa”. Setelah mengetahui dan melihat kondisi perusahaan kita akan muncul banyak pandangan pesimistis yang mencerminkan rasa rendah diri.

“Perusahaan seperti ini bisa maju? Perusahaan seperti ini masih bisa menjadi perusahaan yang besar? Masih bisa disebut aset negara? Perusahaan seperti ini mana mungkin bisa maju? Dengan kondisi seperti ini perusahaan kita ini tidak akan bisa menjadi perusahaan yang besar. Bagaimana caranya? Apa yang mau diandalkan? Akh.. biarkan sajalah yang penting masih jalan.” begini mungkin pertanyaan dibenak bagi orang-orang yang berfikiran pesimis terhadap perusahaan ini.

Tapi bagi orang yang memiliki kebiasaan berfikir yang positif dan optimis, mungkin bisa lain sama sekali dan menurut saya pasti bertolak belakang. PT INTI pasti bisa benar-benar naik kelas, naik kelas menjadi perusahaan yang maju, naik kelas dalam kategori perusahaan besar, menjadi aset negara yang sangat diperhitungkan, PT INTI jaya INDONESIA sejahtera.

Dan menurut saya semua itu pasti bisa kita capai! Tahap menjadi perusahaan besar itu bisa kita capai dalam waktu dekat! Bagaimana caranya? Bagaimana hitung-hitungannya? Apa dasarnya? Bukankah sebuah perusahaan besar harus memiliki modal? Sebenarnya untuk bisa menjadi naik kelas kita (PT INTI) memiliki modal dan itu sudah tersedia dalam jumlah yang cukup. Salah satunya adalah sekarang ini kita memiliki orang-orang pintar diperusahaan kita ini. Dimulai dari orang-orang pintar yang berpengalaman sampai orang-orang berpendidikan yang siap dicetak menjadi orang pintar yang akan menjadi generasi penerus diperusahaan ini. Dari sekitar 700 orang karyawan yang ada diperusahaan ini setidaknya bisa kita ambil 70% dari mereka orang-orang pintar dan yang berpengalaman, itu lebih dari cukup untuk memajukan PT INTI.

Proyek, kita sudah memiliki proyek-proyek jangka panjang yang siap untuk lebih diberdayakan, dikerjakan lebih profesional. Menurut saya dengan memiliki proyek-proyek jangka panjang, bukan berarti kita berhenti untuk proyek-proyek besar lainnya. Dan juga proyek-proyek kecil yang siap untuk diberdayakan. Nama besar, perusahaan kita ini tentunya sudah memiliki nama besar di berbagai operator yang pernah menjadi pelanggan kita dan diperusahaan-perusahaan besar dinegeri ini, ini merupakan salah satu modal kita yang bisa kita manfaatkan untuk lebih mencari pelanggan baru yang bisa lebih percaya, sementara kita sudah memiliki pelanggan yang loyal.

Sekali lagi saya katakan, Kita pasti bisa!!! Sebuah perusahaan yang “katanya” biasa-biasa saja bisa tiba-tiba menjadi perusahaan yang besar. Apalagi lah untuk perusahaan yang sudah pernah besar seperti kita. Yes we can!!! Kenapa tidak kita memulai dari pola pikir kita dulu? Kita yakinkan dulu dari pikiran kita bahwa kita adalah perusahaan yang sangat besar, perusahaan yang punya aset yang sangat besar, dan segala macam pikiran positif lainnya kita harus tanam didalam piukiran kita. Kita mulai dari: “Kita harus Optimis!!!”.

Seperti kata Pak Irfan melalui forkom beliau, bahwa kita sudah naik kelas, ibarat klub bola permainan kita sudah sejajar dengan BUMN besar lainnya. Setidaknya dari situ kita sudah bisa percaya bahwa kita sudah mulai bangkit. Kita sudah mulai menunjukkan kemajuan kearah yang positif, tapi bukan berarti karena kita sudah mulai disejajarkan dengan mereka, kita bisa berhenti sampai disini. TIDAK..!!! kita harus terus maju, terus bangkit menjadi next leader BUMN terkemuka di INDONESIA ini, dan menjadi perusahaan skala internasional.

PT INTI JAYA, INDONESIA SEJAHTERA..!!!

Jumat, 28 September 2012

Merubah Budaya BUMN Harus Komitmen Menjalankan GCG

Tujuan awal mendirikan perusahaan negara dan nasionalisasi menurut Bung Karno adalah untuk mendorong perekonomian nasional. Sederatan perusahaan Belanda dinasionalisasi seperti PT Kereta Api atau Djawatan Kereta Api (UU 71/1957), PT Pos (Djawatan Pos), PT Garuda Indonesia Airways, Perusahaan Negara (PN) Telekomunikasi dan lain lain Secara historis, Indonesia mewarisi sekitar 600 perusahaan asing hasil dari sitaan atau nasionalisasi kepemilikan dari penjajah (belanda) mencakup perusahaan di bidang pertambangan, bisnis perdagangan, perbankan, asuransi, komunikasi dan konstruksi. Bung Karno kemudian mengambil kebijakan dengan melibatkan para militer demi kepentingan loyalitas militer pada pemerintah Orde lama dalam mengelola BUMN, restrukturisasi pertama pada BUMN dilakukan dan menghasilkan 233 perusahaan BUMN. Dalam perjalanannya, BUMN beroperasi dengan dukungan fasilitas penuh baik dari aspek modal, perlakuan maupun sektoral. Masyarakat sangat berharap mendapatkan manfaat dari keberadaan BUMN. Namun akibat dominannya peran negara menjadikan BUMN sebagai kepanjangan tangan penguasa yang sarat kepentingan politik. Sehingga menjadikan salah satu sebab mengapa BUMN tidak bisa berkembang sebagaimana layaknya badan usaha.

Menengok Cultur BUMN

Sebenarnya keberadaan BUMN sangat diuntungkan, karena memiliki kekuatan yang lebih baik dibandingkan perusahaan swasta pada umumnya. Jumlah dan nilai asset BUMN sangat besar, posisi dan bidang usaha cukup strategis, akses ke kekuasaan lebih besar, akses ke sumber pendanaan, khususnya bank pemerintah lebih besar dan perlakuan birokrasi berbeda dengan swasta. Banyak pihak berpendapat bahwa suasana kerja di BUMN hangat dan kekeluargaan. Perilaku orangnya santun dan hormat satu sama lain, khususnya kepada para senior. Budaya unggah-ungguh sangat kental. Protokoler ketat dan ada perlakuan yang sangat khusus bagi pemimpin. Memiliki kebiasaan cenderung menghindari konflik yang dipicu oleh budaya senioritas yang kental. Berbeda dengan di swasta yaitu lebih terbiasa berbeda pendapat dan berani berargumen. Umumnya loyalitas yang terjadi lebih kepada atasan dibanding kepada perusahaan. Permasalahannya adalah apabila kinerja dan kredibilitas atasannya bagus, mungkin tidak jadi persoalan. Namun jika sebaliknya tentu menjadi persoalan tersendiri.

Anggapan masyarakat yang melekat selama ini, adalah budaya kerja di BUMN dipandang tidak kondusif, bersifat menunggu, tidak kreatif, tidak berpikir global, sangat birokratis, sangat sentralistis, dan struktur disusun tidak berdasarkan kompetensi. Proses bisnis BUMN kebanyakan belum teratur dan tidak teradministrasikan dengan baik. Melihat begitu kuat stigma buruk di BUMN maka BUMN harus didorong berubah. Sehingga diperlukan strategi yang tepat agar ketika melakukan perubahan tidak menimbulkan guncangan pada BUMN itu sendiri.

BUMN harus tetap dipertahankan sebagai agent of development, namun demikian BUMN juga dituntut dapat mampu berdiri sendiri sehingga pertumbuhan dan perkembangan BUMN dapat seperti organisasi profit yang mampu menyesuaikan diri dengan mekanisme pasar. Budaya kerja yang kurang baik di BUMN harus segera dibenahi. Agar bisa sukses dalam melakukan perubahan, pemimpin BUMN butuh condition of success. Dalam hal ini harus ada dukungan dari pemegang saham dan karyawan yang ada terutama orang-orang yang siap menjadi agen perubahan.

Dalam pembenahan BUMN, yang terpenting adalah, bagaimana corporate governance dapat dilaksanakan dengan baik dan benar sehingga mampu merubah budaya kurang baik menjadi sebaliknya. Harus jelas akan dibawa kemana arah BUMN sehingga diperlukan rencana setrategic yang matang. Pelaksanaan manajemen risiko yang baik serta didukung proses control yang transparan.

Di BUMN biasanya penyampaian pendapat masih sangat struktural dan birokratis. Oleh karena itu pemimpin BUMN harus bisa dan bersedia menjadi role model. Harus bisa mengajak bawahan untuk open discussion atau open communication. Komunikasi harus dibuat mengalir, tidak kaku dan tidak terkesan feodal. Perlu challenge karyawan untuk berani mengungkapkan pemikirannya, jangan hanya ABS “asal bapak senang”. Para shareholder harus independen dalam memutuskan siapa yang berhak memimpin BUMN. Shareholder diharapkan dapat menempatkan orang di tempat yang tepat. Kalau memang CEO dinilai tidak layak karena prestasi Perusahaan menurun, shareholder bisa menggantinya tanpa ada rasa takut dari kelompok yang berpengaruh.

Sebaiknya pemimpin BUMN hanya bertanggung jawab pada shareholder. pemimpin BUMN hanya bisa dipanggil pada saat rapat umum pemegang saham. Tidak ada lagi kepentingan DPR memanggil sebagai pimpinan BUMN yang notabene sebagai profesional atau eksekutif dalam BUMN. DPR cukup memanggil pemegang sahamnya saja. Paling tidak, kehadiran pemimpin BUMN hanya sebagai pendukung.

Dalam hal kepintaran dan kecerdasan sebenarnya SDM BUMN tidak kalah dari orang-orang swasta. Namun yang terpenting adalah bagaimana membuka cara berpikir mereka agar menonjol jiwa entrepreneurship, profesionalisme, dan menjunjung tinggi budaya kerja good corporate governance.

Bukan eranya surat-surat sakti beredar dan merecoki proses kerja BUMN. Terlalu banyak kepentingan yang ingin ikut bermain di dalamnya. Apalagi di BUMN besar dengan potensi aset luar biasa, sangat rentan, sebab banyak pihak yang merasa berkepentingan.

Yang terpenting adalah pembenahan di BUMN harus dilandasi semangat yang sama untuk berubah. Komitmen dan konsistensi melaksanakan GCG tidak hanya sekedar formalitas dan kepatuhan namun dapat dilaksanakan atas dasar kebutuhan untuk memperbaiki diri. Perlu diberikan kesempatan creating and adding value plus getting profit kepada BUMN, sehingga visi dan misi BUMN dapat dicapai secara kongkrit. Harapannya adalah sebagai agent pembangunan, BUMN mampu bekerja secara efisien, efektif, profesional, mampu berdiri sendiri dan dapat bersaing dalam percaturan bisnis internasional. Keberadaan BUMN tidak boleh menggerogoti keuangan negara namun justru bermanfaat bagi masyarakat dan perekonomian bangsa.






Sumber

Kamis, 27 September 2012

Mencari Pasangan Hidup

Sedikit berbagi cerita tentang mancari pasangan hidup, karena kita masih muda, saya pikir ini adalah topik yang paling hangat dikalangan kita.

Ini kisah perjumpaan dua orang sahabat karib, sebut sajalah namanya Albert dan Enstein yang sudah dua puluh lima tahun sejak mereka lulus kuliah di ITB terpisahkan hidupnya. Kebetulan Albert bekerja di Jakarta dan Enstein bekerja di Surabaya. Mereka bahagia sekali bisa bertemu kembali, lalu mereka-pun berjanji untuk ketemuan di salah satu mall yang elit di Jakarta Selatan. Albert sudah menikah hampir 20 tahun lalu, dan kini sudah dikarunia 3 orang anak yang masing-masing sudah kuliah dan di bangku SMA. Sementara Enstein, sudah hampir berusia 50 tahun tapi masih belum juga menikah.

Acara kangen-kangenan pun terjadi, ngobrol ramai sambil minum kopi di sebuah kafe yang cukup terkenal di mall tersebut. Awalnya topik yang dibicarakan adalah soal-soal nostalgia zaman sekolah dulu, namun pada akhirnya menyangkut kehidupan pribadi masing-masing sampai dengan sekarang ini.
“Enstein, ngomong-ngomong, mengapa sampai sekarang kamu belum juga menikah?” tanya Albert kepada sahabatnya tersebut yang sampai sekarang membujang.

“Sejujurnya bro, sampai saat ini saya terus mencari wanita yang sempurna. Itulah sebabnya sampai dengan sekarang saya masih melajang. Sekitar 20 tahun lalu di Bandung, saya berjumpa dengan seorang gadis cantik yang amat pintar. Saya pikir inilah wanita sempurna yang cocok untuk menjadi istriku. Namun ternyata di masa pacaran ketahuan bahwa ia sangat egois dan sombong. Saya ternyata salah, ia bukan wanita sempurna sebagaimana yang saya cari. Hubungan kamipun putus sampai di situ.” Tidak lama setelah itu, masih di Bandung, saya berjumpa dengan seorang gadis cantik yang juga pintar dan cantik. Saya pikir inilah wanita sempurna yang saya idam-idamkan untuk menjadi istriku dan ibu anak-anakku. Namun ternyata di masa pacaran ketahuan kalo dia memiliki keluarga yang broken home dan memiliki saudara kandung yang cukup banyak. Saya kemudian mengurungkan niat untuk melamarnya, ternyata ia juga bukan wanita sempurna seperti yang saya cari. Hubungan kami-pun putus sampai di situ.”

“Di Jakarta, sekitar 10 tahun lalu, saya ketemu seorang wanita cantik yang ramah dan dermawan. Pada perjumpaan pertama, aku benar-benar kasmaran. Hatiku berdesir kencang, inilah wanita sempurna idamanku. Namun ternyata belakangan saya ketahui, ia banyak tingkah dan tidak bertanggung jawab. Yah kami putus lagi.”

Sekitar 5 tahun lalu, di pesawat yang membawa saya dari luar negeri, saya berkenalan dengan pramugari cantik dan seksi yang juga ramah. Pada perjumpaan pertama tersebut saya kesengsem habis-habisan. Hatiku bahagia dan dalam hati aku berkata :” Ini dia wanita sempurna calon ibu dari anak-anakku”. Kamipun berpacaran hampir 6 bulan, Namun ternyata saya telah keliru, ia bukan wanita sempurna, ia terlalu kekanak-kanakan dan materialistis. Seperti biasanya, kamipun putus” “Saya terus berupaya mencari. Namun selalu saya temukan kelemahan dan kekurangan pada wanita yang saya anggap sempurna dan saya taksir. Sampai pada suatu hari, sekitar tahun lalu, saya ketemu wanita ideal yang selama ini saya dambakan. Ia demikian cantik, alim, pintar, baik hati, kaya raya, dermawan, dan suka humor. Saya pikir, inilah pendamping hidup yang dikirim Tuhan untukku. Inilah pastinya ibu dari anak-anak-ku.”

“Lantas,” sergah Albert yang dari tadi tekun mendengarkan, “Apa yang terjadi? Mengapa kamu tidak segera meminangnya?” Yang ditanya diam sejenak. Suasana hening. Akhirnya dengan suara lirih, Enstein sang bujangan tua itu menjawab, “Baru belakangan aku ketahui kalo ia memang sedang mencari pasangan yang ia dambakan, yaitu ganteng, masih muda, pintar, berpendidikan tinggi, punya kedudukan, dari keluarga yang baik-baik, beriman, baik hati, tinggi dan atletis serta tidak sombong. Ternyata ia juga sedang mencari pria yang sempurna. Dan saya jauh dari tipe laki-laki sempurna yang ia cari”.

Kawan, dari kisah tersebut di atas ada beberapa pelajaran yang bisa kita tarik hikmahnya.

Pertama, manusia diciptakan Tuhan dengan bentuk yang sempurna dibandingkan makhluk ciptaanNya yang lain. Sebab ada tertulis bahwa kita diciptakan segambar dengan Allah. Namun manusia juga diciptakan dengan serangkaian kelebihan dan kekurangan sebagai atribut bawaannya. Tidak ada manusia yang sempurna di dunia, kecuali Tuhan Yesus. Namun Yesus sendiri yang merupakan anak Allah tetap merasa dirinya kecil di hadapanNya.

Jika kita melihat seseorang, yang menurut penilaian dan pandangan kita bahwa orang itu nyaris tak ada kekurangannya, namun tanpa diketahui oleh kita, dia pasti punya kekurangan.

Janganlah Kita berpikiran “Seandainya aku jadi dia…” atau “Kenapa aku tidak seberuntung dia…” atau pikiran-pikiran sejenisnya… Allah menciptakan kita tentu punya tujuan… Yaitu untuk memuIiakan namaNya melalui hidup kita. Dari awal pembentukan kita… kita terbentuk dari sesuatu yang “paling baik”. Jutaan sperma ayah kita bersaing untuk bisa membuahi sel telur ibu kita, yang pada akhirnya, hanya ada satu sperma yang berhasil membuahi sel telur tersebut. Dari awal kita terbentuk melalui proses persaingan. Sekali lagi, yakinlah kita ini “yang terbaik” dari yang baik…

Jadi, Jika mungkin kita diberi kesempatan untuk hidup bersama dengan orang yang kita anggap “nyaris tidak ada kekurangannya”, atau mungkin kita diberi kesempatan untuk menjadi orang itu, disitulah kita akan mengetahui kalau orang tersebut ternyata mempunyai kekurangan.

Kekurangan tidak tampak jika kita hanya melihatnya sekilas atau jika kita hanya melihat dari luar saja. Begitu juga sebaliknya, jika Kita memberikan penilaian pada seseorang dengan predikat orang tersebut banyak sekali kekurangannya, atau mungkin serba kekurangan, jangan salah… Tuhan pasti telah memberinya kelebihan terhadap orang tersebut. Kedua, dari kisah di atas, tidak diceritakan jika Enstein memohon kepada Tuhan untuk mencari wanita idamannya. Seharusnya disamping usaha, Enstein juga musti banyak berdoa memohon pada-NYA. Karena pada dasarnya jodoh itu pasti Tuhan yang sudah menentukannya.

Bisa jadi Tuhan tidak memberikan pasangan sempurna karena Enstein tidak pernah memintanya, dan bisa jadi tidaklah adil jika Tuhan untuk memberikan seseorang yang penuh dengan cinta dan kasih kepada Enstein yang masih kasar, atau memberikan seseorang yang pemurah tetapi ia masih kejam, atau memberikan pasangan yang mudah memaafkan, tetapi Enstein sendiri masih suka menyimpan dendam dan terlalu sensitif, atau malah sebaliknya.

Pasangan hidup kita hakekatnya adalah tulang rusuk kita, dan Pernikahan adalah seperti sekolah, yang merupakan pendidikan jangka panjang yang tidak ada habisnya. Pernikahan adalah tempat dimana kita dan pasangan hidup kita akan saling mengenal masing-masing dan menyesuaikan diri serta tidak hanya bertujuan untuk menyenangkan hati satu sama lain, tetapi selalu mencari solusi untuk menjadikan kita lebih baik. Tuhan mungkin tidak memberikan kita pasangan hidup yang sempurna karena kita harus belajar untuk menjadi sempurna serupa dengan Allah dalam rupa Kristus.

Sahabatku, yang terpenting adalah Ikhlaslah dengan pasangan hidup yang diberikan untuk kita dan juga ikhlaslah terhadap semua karunia Allah yang telah diberikanNya kepada kita, dan kita syukuri, jaga, dan pelihara.